Tag Archives: indonesia

Kandang = Rumah

DMT24Bagi siapapun yang mendengar kata kandang adalah sebuah tempat yang dinobatkan sebagai tempat hidup sekaligus kurungan bagi hewan. Namun apa yang terjadi bilamana sebuah rumah yang tiba-tiba berisik dengan banyak anjing karena pemiliknya menyukai anjing yang banyak. Ngga cuma S-A-T-U tapi B-A-N-Y-A-K. Sehingga saling sahut itu terjadi diantara anjing-anjing tersebut tidak kenal waktu. Dan suara  anjing yang banyak itu dari satu rumah. Sehingga layak atau tidak, rumah tersebut disamakan dengan kandang?

Pertanyaan retorik yang unik dan penuh kekesalan untuk sebagian orang. Terutama yang tinggal di dekat rumah tersebut. Memang bagi sebagian orang mengganggap anjing adalah hewan yang lucu  (bagi yang suka), tapi bukan berarti menyukai sesuatu lucu tersebut tanpa peduli dengan hak-hak  orang lain. Karena orang lain memiliki telinga dan berhak untuk hidup tenang di propertinya. Itulah Indonesia. Masih rentan dengan gangguan kebisingan dalam kehidupan bersosialisasi. Teguran pun tidak diindahkan, apalagi kesadaran.

Mungkin pertanyaannya akan berakhir kepada: Bagaimana cara membuat sekelompok anjing mati tanpa diketahui pemiliknya?

(Candra)

Indonesia Oh Indonesia

Adakalanya kita melihat kurangnya pemahaman sebagian orang terhadap inti permasalahan dan hanya memprioritaskan emosi untuk menutupinya. Daya kemampuan yang rendah inilah yang membuat segelintir orang memiliki peluang untuk memanfaatkannya. Kemudahan bujukan atau sulutan atas rasa ego yang salah tempat, memicu kekacauan yang plural dan efisien terhadap keseimbangan yang ada. Makanya, adu domba sangat mudah terjadi di masyarakat kita, baik lingkup kecil atau yang besar seperti negara.

Kesepakatan persaingan bebas yang sudah tidak lama lagi, akan dihadapi setelah evaluasi kesiapan SDM kita untuk bersaing dengan SDM asing. Bilamana pihak penguasa menutup mata terhadap kualitas SDM kita dan berusaha menyelamatkan nama dari perihal ingkar janji, apa jadinya SDM lokal kita? Mengenaskan. Dan sangat luar biasanya adalah kita yang akan menjadi bagian dari keadaan itu, lebih memilih tenang dan bergerak di zona aman tanpa persiapan. Alih-alih meningkatkan kualitas diri, malah sibuk dengan ungkapan kegalauan hati, cinta, dan omong kosong di media sosial. Pembodohan terselubung inilah yang menjebak generasi muda dalam kenyamanan sesaat. Dan ketika waktunya tiba, bingung deh. Protes, teriak-teriak dalam ketidaksetujuan, dan penyesalan. Dan dari pihak yang sudah siap akan berkata, “Kemaren-kemaren ngapain aja, tong?”

Survei menunjukkan kualitas anggota media sosial tertentu, hampir menunjukkan ketidaksiapan secara intelektual. Pemahaman yang rendah, respon yang kurang cerdas, dan mendahulukan sikap emosi untuk menutupi ketidakpahaman inti permasalahan, serta sok . Ciri-ciri bangsa terbelakang yang siap ditindas.

Ketika waktu persiapan untuk meningkatkan kualitas SDM tidak lagi cukup, pidato pun muncul dengan himbauan agar masyarakat diminta untuk menjadi pengusaha. Hello… Memangnya membangun sebuah usaha bisa dalam waktu singkat? Luar biasa fenomena dan kepribadian bangsa ini. Dimana pemikiran untuk persaingan menjadi ajang sok-sok’an. Belum mampu tapi modal berani dan yakin. Prinsip yang salah tempat. Fasilitas infrastruktur yang menempatkan Indonesia di urutan ke-85 dibanding Singapura yang sudah menjadi urutan nomor 2. Transportasi barang dan jasa pun tidak leluasa. Dan pihak penguasa pun hanya menyalahkan subsidi BBM yang menghabiskan anggaran. Hei, kasus pajak untuk seseorang yang masih belia dalam lama bekerja sudah sebesar itu. Berapa kerugian negara yang diperhitungkan akibat kasus-kasus yang kalian coba hambat dibanding teriak-teriak masalah anggaran subsidi.

Maka, masih pantaskah kita berpikir menghimbau masyarakat untuk jadi pengusaha? Bilamana hanya sekedar bicara tanpa beraksi untuk mendukung himbauan itu, sama saja dengan cuci tangan. Kompleksitas proses penyelesaian masalah yang bercabang akibat conflict of interest masing-masing bidang yang berhubungan, membuat sikap mencari kambing hitam dan cuci tangan menjadi budaya lokal yang absurd.

Akhir kata, komentar tanpa solusi itu hanya tindakan memalukan. Dan agar tidak dianggap seperti itu, mungkin sedikit usulan dapat membantu. Usulan tersebut antara lain:
1. Tingkatkan pemasukan negara dengan cara memperbaiki dan meningkatkan jumlah sektor infrastruktur yang dapat memancing munculnya lokasi perekonomian baru pada daerah-daerah. Seperti jalan, jembatan, Bandara, dan lain-lain.
2. Terapkan konsep pembangunan kota mandiri pada daerah-daerah Indonesia yang luasnya nauzubilah. Jangan pertahankan konsep perekonomian terpusat yang sudah kuno. Ini bukan zaman kerajaan. Sekali lagi, dengan cara memancing munculnya kegiatan perekonomian, bukan membangun semuanya. Lebih hemat.
3. Arahkan investor untuk investasi pembangunan di lokasi lain selain Jabodetabek. Sudah sumpek.
4. Jalankan program insentif bagi pengusaha-pengusaha kecil dan menengah. Mereka itu bibit-bibit yang perlu diperlihara. Bukan dikucilkan. Agar stigma masyarakat untuk menjadi pengusaha itu susah, bisa sirna.
5. Evaluasi birokrasi yang mempersulit dan membuka peluang percaloan yang merugikan masyarakat dan negara. Bila segala birokrasi mudah, buat apa harus membayar lebih untuk pejabat korup. Logis bukan?
6. Ubah sistem pemilu mencoblos orang yang disodorkan, menjadi pemilu yang memilih orang-orang yang sudah punya kompetensi tanpa diminta. Sederhananya, cari orang-orang yang melakukan sesuatu untuk lingkungan sekitarnya bahkan lingkup luas tanpa diminta dan tunjuk mereka sebagai calon wakil rakyat. Seleksi dilakukan dengan presentasi publik terkait apa yang sudah dilakukan, bukan janji akan melakukan apa. Orang-orang tersebut punya jiwa yang lebih bersih dan elektabilitasnya di masyarakatnya akan jauh lebih masuk akal untuk dipilih bagi masyarakat. Tapi jangan libatkan partai politik di dalam proses seleksi. Biar masyarakat yang mengajukan. Langkah partai politik hanya saat calon sudah ditetapkan, sebagai pengiring saja. Agar kepentingan partai politik tidak terlibat dalam pendirian atau mempengaruhi pola pikir calon. Hal ini lebih rasional dibanding, memilih calon yang disodorkan tanpa tahu siapa namanya, apa track record-nya, kompeten atau tidak. Angka golput pun otomatis menurun tanpa harus memperolok kaum golput dengan tagline, “Hari gini masih golput” yang tidak efektif. Sehingga, diharapkan muncul generasi pemerintahan yang inisiatif, empati, dan kompeten. Bukan giliran berkuasa orang-orang lama yang berulang. Karena pemerintahan yang baik akan menghasilkan kondisi yang baik. Baik untuk semuanya. Tidak percaya? Coba di tingkat legislatif dahulu saja.

Mungkin itu dahulu saja dilakukan. Sebelum terlalu banyak yang harus dilakukan tapi tidak ada aksi sama sekali.

(Candra)